Dalam dunia publikasi ilmiah, ketiga pengindeks sitasi terkemuka yang paling dikenal adalah Google Scholar, Scopus, dan WoS. Meskipun semuanya memiliki fungsi sebagai pengindeks dokumen ilmiah, perbedaan signifikan terletak dalam ukuran, cakupan, dan kualitas data. Dalam artikel ini, kita akan mengulas perbedaan mendasar antara ketiganya, menyoroti kelebihan dan kekurangannya.
Google Scholar: Luas tapi Terbatas
Google Scholar, dengan perkiraan 160 juta dokumen pada tahun 2014, memiliki cakupan yang luas. Namun, kelemahannya terletak pada kedalaman historis yang rendah, karena hanya mengindeks dokumen yang tersedia secara online. Cakupan terbatas pada seni dan humaniora juga menjadi tantangan, mengingat sebagian besar jurnal dalam bidang ini masih tersedia dalam bentuk cetak.
Scopus: Cakupan Lebih Luas di Sosial dan Humaniora
Scopus, dengan 60 juta dokumen, menonjol dengan cakupan yang lebih luas di ilmu-ilmu sosial, seni, dan humaniora dibandingkan WoS. Komitmen mereka terhadap indeksasi artikel dalam bidang seni dan humaniora, meskipun awalnya kurang, telah meningkat seiring waktu. Kualitas data Scopus, meskipun belum setara WoS, terus meningkat.
WoS: Kedalaman Historis Terbaik
WoS menawarkan kedalaman historis paling baik, mencakup indeksasi dari tahun 1900 hingga saat ini. Meskipun memiliki cakupan yang lebih sempit di seni dan humaniora, WoS memiliki reputasi untuk kualitas data yang tinggi. Praktik pengindeksan WoS yang telah dikembangkan selama lima dekade memberikan keunggulan dalam akurasi dan ketelitian data.
Kualitas Data: Google Scholar vs. Scopus vs. WoS
Perbedaan dalam kualitas data antara ketiganya sangat mencolok. WoS dikenal memiliki data yang paling berkualitas, sedangkan Scopus terus meningkat meskipun masih di bawah WoS. Google Scholar, tanpa pengindeksan manual, memiliki kualitas data yang lebih rendah dan sering memerlukan perbaikan oleh pemilik akun.
Disambiguasi Penulis: Tantangan dan Keunggulan
Masalah disambiguasi penulis juga menjadi sorotan. Scopus menonjol dalam akurasi disambiguasi penulis, sedangkan Google Scholar mengandalkan kurasi manual oleh penulis sendiri, menyebabkan variabilitas tinggi. WoS, di awalnya, tidak memiliki pengidentifikasi unik untuk penulis.
Jenis Dokumen dan Masalah Lain
Perbedaan dalam jenis dokumen juga patut diperhatikan. WoS dan Scopus mengkategorikan dokumen, sedangkan Google Scholar tidak, menyulitkan analisis lintas dokumen. Faktor popularitas, terutama di Indonesia, menunjukkan peningkatan minat pada Google Scholar dan Scopus, sementara minat pada WoS cenderung menurun.
Kesimpulan
Dalam memilih sumber data untuk penelitian, peneliti harus mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Google Scholar cocok untuk bibliometrik tingkat individu, Scopus memiliki cakupan luas di sosial dan humaniora, sementara WoS menonjol dalam kedalaman historis dan kualitas data. Pemilihan tergantung pada kebutuhan spesifik penelitian, dan peneliti harus menyadari keterbatasan masing-masing database. Keberhasilan dalam riset tergantung pada pemahaman mendalam dan pemilihan yang tepat sesuai dengan tujuan penelitian.